Tampilkan postingan dengan label Kisau tak usai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisau tak usai. Tampilkan semua postingan

19 Jan 2016

Puisi Zawai Imron


Desaku

Di jembatan ini kudengar bisik segar
siang ini aku tak tahu, manakah yang lebih berkobar
Mataharikah atau darahku
Yang menjelaskan makna air sungai
Sebelum sampai digerbang muara
Selamat datang tamu dari kota
Jangan terkejut menjabat tanganku kasar
Karna setiap hari mengolah gabah
Nanti sore kuantar engkau ke kebun
Nikmatilah buah-buahan yang ranum
Inilah sawahku
Daunan kangkung sedang menghijau
Kecebong dan lele mondar mandir disela semanggi dan batang padi
Disini kupungut berjuta kasih sayang
Dan ku taburkan kemana saja bulan mengusapkan padi
Seekor burung hinggap di pungggung kerbau
Seakan mengajar kita dengan hakikat persahabatan
Adapun maknanya
Kalau besok kuantarkan hasil panen ke kota
Yang ku minta padamu bukan surat penghargaan
Tapi setangkai bunga untuk perpisahan
Dari jembatan ini kulihat rahmat yang bermekaran di hamparan tanah segar

Kulecut betis sukmaku
Disambut debur di ujung mega

Senyum hari depan yang tak kuragu

*jika dalam penulisan puisi ini ada yang keliru, silahkan direvisi sendiri. Karena puisi ini saya ketik dari sebuah rekaman yang saya rekam sendiri ketika Pakde membacakannya khusus untuk Anggota Matapena. Dan juga mungkin pendengaranku yang tak begitu baik.

8 Des 2012

MIMPI



Gubuk Tua dalam Mimpi

Tiba-tiba saja aku berada dalam gubuk tua itu, melihat sekeliling tak ada apa-apa disana, hanya sebuah ember berukuran sedang disalah satu sudut ruangan.
***
Aku tak begitu ingat sejak umur berapa aku mulai bermimpi. Tiba-tiba saja mimpi menjadi hal yang biasa dalam hidup terutama dalam tidurku. Seperti sebuah film, ketika kita selesai menontonnya kita akan merasa terkesan dan kadang juga tidak, hingga kemudian lenyap beriring waktu.  Tapi sampai saat ini, mimpi tetap menjadi hal yang metafisik bagiku. Metafisik sebab mimpi “ada” namun juga misterius.
Sejak aku mengenal mimpi, sudah banyak sekali mimpi yang pernah aku alami seumur hidup ini. Mungkin ratusan atau ribuan, semuanya terlewati begitu saja. Mungkin benar kata orang mimpi itu bisa mempengaruhi kehidupan seseorang, begitu juga denganku. Mimpi kadang membuatku resah atau sebaliknya.
Tapi satu hal yang menjadi pertanyaan dalam diriku, yaitu apakah orang lain sering mengalami mimpi yang sama dan berulang-ulang dalam hidupnya?. Jawabannya mungkin ia atau mungkin juga tidak, yang jelas aku mengalami itu, yaitu bermimpi tentang mimpi yang sama, mimpi tentang Gubuk Tua, mimpi yang begitu aneh.
***
Sebuah Gubuk, hampir reot. Kusam dan sepi. Dindingnya yang agak miring terbuat dari anyaman bambu, beratap daun kelapa yang sudah memutih. Sebenarnya tidak terlalu jelas dimana lokasi gubuk itu, seperti di lereng bukit atau tepi tebing. Hanya begitu saja, entah aku berdiri diarah angin apa ketika memandangnya. Begitulah kira-kira yang terlihat dalam mimpiku. Selalu
Hingga malam tadi, Tiba-tiba saja aku berada dalam gubuk itu, (entah bagaimana aku tahu sedang berada didalamnya), melihat sekeliling tak ada apa-apa disana, hanya sebuah ember berukuran sedang disalah satu sudut ruangan. Sebuah pintu yang tak begitu jelas, seakan tak ada kehidupan didalamnya.
Mimpi semalam inilah kemudian yang membuatku resah, entah mengapa sebangunku dari tidur, hati terasa pilu menjadi. “Mudah-mudahan nanti malam dan malam berikutnya aku tak bermimpi berada didalam gubuk itu” harapku.
***
Teringat kata nenekku saat aku menceritakan soal mimpiku waktu masih kecil “bermimpi melihat kera itu berarti ada kekuatan jahat yang mengintai kita. Jadi jika kamu bermimpi melihat kera, berarti ada orang yang ingin mencelakaimu”.
Aku jadi teringat tentang martini tetangga sebelah rumahku yang menceritakan mimpinya pada nenek beberapa tahun yang lalu, “nek, tadi malam aku bermimpi sedang dikejar seekor kera dan dia menggigitku, apa artinya itu nek?”
Saat itu nenek hanya menyarankan martini untuk menyiram air pada sekujur tubuhnya dan menyiram air kencing di depan rumahnya.
Dan besoknya, pagi-pagi sekali esung ibu martini teriak-teriak sambil menangis. “apa salah anakku? Siapa yang tega berbuat seperti ini?”
Semua tetangga mulai berdatangan kerumah sung, termasuk juga nenek dan aku. Di lantai yang hanya beralaskan tikar yang di anyam dari daun pandan itu, martini hanya bisa menangis menahan sakit pada perutnya yang kembung. Saat itu aku belum tahu mengapa martini perutnya kembung seperti bola basket.
“sudah terlambat” tutur nenek diantara kerumunan itu.
Konon menurut cerita orang-orang, martini telah disihir oleh si anu. Sebab ini dan itu, entah bagai mana mereka jadi lebih tahu tentang apa yang ditimpa martini. Cerita-cerita berikutnya juga semakin heboh dan berkembang. Ada yang bilang bahwa martini tidak mau menikahi anak si anu sehingga si anu mencari orang pintar untuk menyihirnya.
Tapi, bagai mana dengan mimpiku nek?, tanyaku pada nenek yang selalu menjahit kain itu. (entah, nenek emang begitu, selalu saja ada yang dijahit).
Perempuan tua ini selalu begitu ketika ditanya tentang mimpiku, tentang gubuk tua dilereng bukit. Diam dan kemudian bersaran. “jaka sikap kamu, jangan sembarangan berbicara dengan orang, mulut itu lebih tajam dan halus dari jarum”. Ah, dasar emang nenek penjahit.
Jawaban perempuan tua ini jelas bukan tafsir mimpi, tapi jelas juga apa makna saran darinya. Mimpi tentang gubuk tua yang selalu menghampiri tidurku pertanda tidak baik. Entahlah, tiba-tiba aku harus percaya dan mengikuti saran darinya, toh itu bukan saran yang jelek.
***
Begitulah hampir setiap malamku, mimpi ini selalu datang bagai kekasih mengelus tidur, bersama gelisah, dan kekhawatiranku tentang hal-hal yang tak kuingin.


26 Nov 2012

SATU SYAWAL



SATU SYAWAL
Parangkusumo November 2012

Kisah ini, kelak akan kita rindukan, bersama.
Diantara debur gelombang, diantara deru angin. Kita terbaring diantaranya.

Malam ini untukmu, kupersembahkan segenap abdi yang sederhana, meleburku dalam keangkuhanku sendiri, mengabdikan pada belas yang diharap, darimu
Samar, pada wajahmu yang sayu. Dibelakng rembulan tersipu pada Tanya pada gelap. Siapa aku, siapa kamu. Remang berkunang kala tatapku mengoyak kabut dan angin malam. Disana kau dengan senyum pilu. Ku menemukanmu
Percik dari laut, mengawang diterbangkan angin, menjadi kabut menjadi embun. Kau hilang bersamanya, Kau juga deru gelombang
Diantaranya kita berdiri, biarkan terbang pasir tikam kaki kita yang tak beralas

Diantaranya kita terbaring, memandang langit tak berbintang
Ya, malam itu. Lambat merambat, biarkan kita menunggu pagi

Tidurlah katamu
Bagaimana aku tidur jika kau biarkan matamu terbuka sendiri ditengah malam?.
Kau saja yang tidur
Aku tak ngantuk jawabmu
Kitapun tetap biarkan dupa sirami rongga hidung kita, tetap begitu. Diam
Entah jam berapa, malam makin dingin, mataku tak kuat. Rebahkan tubuhku diatas pasir beralas Koran. Ya, kau juga rebah sepertiku disampingku, diatas pasir beralas Koran. Biarkan angin terbangkan pasir tikam kaki kita.
Kisah tak usai….!!!

18 Jun 2012

Puisi Kiri (Malam rapuh.)



Malam rapuh.

Di remang, Kau gugurkan sunyi
diantara sedu rengek jejemari lentik
Disana, angin melukis wajahmu dijendela.
Rindu yang dibawa angin menggebu meski mencabik, menguak setiap hal yang disembunyikan malam.
Termasuk senyum rindu dari sketsa wajah yaitu wajahmu yang dilukis angin.
Bilangan ganjil malam, mengundang badai membawa amarah.
Malam tetap menggelap
Dari liang-liang, disana kau tancapkan kenangan menjadi nisan kerinduanku.
Malam rapuh
Kau tetap tak berbayang.

Rintik yang bisu
Rintik pecah dijendela, mengetuk bisu yang terkunci
Dibawanya cerita dari langit tentang gemuruh mendung yang bergelombang

MerinduMU…!