Sang Pencipta Lambang NU
Di antara ulama pondok
pesantren, ada
seorang ulama yang memiliki keahlian melukis. Beliau adalah KH Ridhwan
Abdullah. banyak
jasa beliau di bumi Indonesia terutama di kalangan Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Dalam kancah ulama NU, beliau
dikenal sebagai pencipta lambang NU.
KH Ridwan Abdullah
dilahirkan di Bubutan Surabaya pada tanggal 1 januari 1884.Ayah beliau adalah
KH Abdullah. Sesudah
tamat dari Sekolah Dasar Belanda, KH Ridwan Abdullah belajar (nyantri) di beberapa pondok
pesantren di Jawa danMadura. Di antaranya pondok pesantren Buntet Cirebon,
pondok pesantrenSiwalan Panji Buduran Sidoarjo
dan pondok pesantren Kademangan BangkalanMadura.
Pada tahun 1901, KH Ridwan Abdullah pergi ke tanah suci Mekah dan bermukim di sana
selama kurang lebih tiga tahun kemudian pulang ke tanah
air. Pada tahun 1911 beliau kembali lagi ke Mekah
dan bermukim di sana
selama 1 tahun.
KH Ridwan Abdullah
menikah dengan Makiyah
yang meninggal dunia pada tahun 1910. Kemudian
beliau menikah lagi dengan Siti Aisyah gadis asal Bangil yang masih ada hubungan keluarga dengan Nyai KH. Abdul Wahab Hasbullah.
KH Ridwan Abdullah
dikenal sebagai kiai yang dermawan. Setiap anak yang berangkat mondok dan sowan
ke rumah beliau, selain diberi nasihat juga diberi uang, padahal
beliau sendiri tidak tergolong orang kaya.
Di kalangan ulama pondok
pesantren, KH
Ridwan Abdullah dikenal sebagai ulama yang memiliki ilmu pengetahuan agama dan
pengalaman yang luas. Pergaulan beliau sangat luas dan tidak hanya terbatas di
kalangan pondok pesantren.
Di samping itu, beliau dikenal sebagai ulama yang memiliki keahlian khusus dibidang seni lukis dan seni kaligrafi. Salah satu karya
beliau adalah bangunanMasjid Kemayoran Surabaya. Masjid dengan pola arsitektur yang khas ini adalah hasil rancangan KH Ridwan
Abdullah.
KH Ridwan Abdullah
meninggal dunia tahun 1962, dan
dimakamkan di pemakaman Tembok,
Surabaya. Bakat dan keahlian beliau dalam melukis diwarisi oleh seorang
puteranya, KH Mujib Ridwan.
Perjuangan KH Ridwan Abdullah
KH Ridwan Abdullah tidak
memiliki pondok pesantren. Tetapi beliau dikenal sebagai guru agama muballigh yang
tidak kenal lelah. Beliau diberi gelar ‘KiaiKeliling’. Maksudnya kiai yang menjalankan kewajiban mengajar dan berdakwah
dengan keliling dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
Biasanya, KH Ridwan Abdullah mengajar dan berdakwah pada malam hari. Tempatnya
berpindah-pindah dari satu kampung ke kampung lainnya dan dari satu surau ke
surau yang lain. Daerah-daerah yang secara rutin menjadi tempat beliau mengajar
adalah kampung Kawatan, Tembok
dan Sawahan.
Ketika KH Abdul Wahab Hasbullah mendirikan Nahdlatul Wathan, KH
Ridwan Abdullah merupakan pendamping utamanya. Beliaulah yang berhasil
menghubungi KH Mas Alwi untuk menduduki jabatan sebagai kepala MadrsaahNahdlatul Wathan
menggantikan KH Mas Mansur. Beliau juga aktif mengajar di madrasah tersebut.
Dalam perjuangan
kemerdekaan Republik Indonesia KH Ridwan
Abdullah ikut bergabung dalam barisan Sabilillah.
Pengorbanan KH Ridwan Abdullah tidak sedikit, seorang puteranya yang menjadi
tentara PETA (Pembela Tanah Air) gugur di medan perang. Pada
tahun 1948, beliau ikut berperang mempertahankan kemerdekaan RI dan pasukannya
terpukul mundur sampai ke Jombang.
Banyak jasa perjuangan KH
Ridwan Abdullah, di antaranya beliaulah yang mengusulkan agar para syuhada yang
gugur dalam pertempuran 10 Nopember
1945 dimakamkan di depan Taman Hiburan Rakyat (THR). Tempat inilah yang kemudian dikenal dengan Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa.
Jasa KH Ridwan Abdullah
Nama KH Ridwan Abdullah tidak bisa dipisahkan dari sejarah pertumbuhan dan
perkembangan Jam’iyah Nahdlatul Ulama’.
Pada susunan pengurus NU periode pertama, KH Ridwan Abdullah masuk menjadi
anggota A’wan Syuriyah. Selain menjadi anggota Pengurus Besar NU, beliau juga masih dalam pengurus Syuriyah NU Cabang Surabaya.
Pada tanggal 12 Rabiul Tsani
1346 H. bertepatan dengan tanggal 9 Oktober
1927 diselenggarakan Muktamar
NU ke-2 di Surabaya.
Muktamar berlangsung di HotelPeneleh.
Pada saat itu peserta muktamar dan seluruh warga Surabaya
tertegun melihat lambang Nahdlatul Ulama’ yang
dipasang tepat pada pintu gerbang HotelPeneleh.
Lambang itu masih asing karena baru pertama kali ditampilkan. Penciptanya
adalah KH Ridwan Abdullah.
Untuk mengetahui arti
lambang NU, dalam Muktamar
NU ke-2 itu diadakan majelis khusus,
pimpinan sidang
adalah Kiai Raden Adnan
dari Solo. Dalam majelis ini, pimpinan sidang meminta KH Ridwan Abdullah menjelaskan arti
lambang Nahdlatul Ulama’.
Secara rinci KH Ridwan
Abdullah menjelaskan semua isi yang terdapat dalam lambang NU itu. Beliau
menjelaskan bahwa lambang tali adalah lambang agama. Tali yang melingkari bumi
melambangkan ukhuwah islamiyah kaum muslimin seluruh dunia. Untaian tali yang berjumlah
99 melambangkan Asmaul Husna. Bintang besar yang berada di tengah bagian atas
melambangkan Nabi BesarMuhammad Saw.
Empat bintang kecil samping
kiri dan kanan melambangkan Khulafa’ur Rasyidin, dan empat bintang di bagian bawah melambangkanmadzhabul arba’ah (empat madzhab). Sedangkan jumlah semua bintang yang berjumlah sembilan
melambangkan Wali Songo.
Setelah mendengarkan
penjelasan KH Ridwan Abdullah, seluruh peserta majeliskhusus sepakat menerima
lambang itu. Kemudian Muktamar
ke-2 NahdlatulUlama’ memutuskannya sebagai lambang Nahdlatul Ulama’. Dengan demikian secara resmi lambang yang dibuat oleh KH
Ridwan Abdullah menjadi lambang NU.
Sesudah upacara penutupan Muktamar, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari
memanggil KH Ridwan
Abdullah dan menanyakan asal mula pembuatan lambang NU yang diciptakannya. KH
Ridwan Abdullah menyebutkan bahwa yang memberi tugas beliau adalah KH Abdul Wahab Hasbullah. Pembuatan gambar itu memakan waktu satu setengah
bulan.
KH Ridwan Abdullah juga
menjelaskan bahwa sebelum menggambar lambang NU,terlebih dahulu dilakukan
shalat istikharah, meminta petunjuk kepada Allah Swt. Hasilnya, beliau bermimpi melihat sebuah gambar di langit
yang biru jernih. Bentuknya persis dengan gambar lambang NU yang kita lihat
sekarang.
Setelah mendengar penjelasan KH Ridwan Abdullah, Hadratus Syaikh
KH HasyimAsy’ari merasa puas. Kemudian beliau mengangkat kedua tangan sambil berdoa. Setelah memanjatkan doa beliau
berkata, “Mudahmudahan Allah mengabulkan harapan yang dimaksud di lambang Nahdatul Ulama.”
Diposkan oleh Muh.
Anas Fachrudin di 10:34