Menolak Hipotesis Indonesia Adalah Benua Atlantis (I):
Lingkaran Setan Dongeng Atlantis Masuk Labirin
Setelah membincang hegemoni Barat kulit putih dalam berbagai aspek terutama dalam epistemologi keilmuan, dengan dibantu Sufi Kenthir yang menyiapkan film-film tentang Atlantis yang ditayangkan lewat LCD Player, Guru Sufi menjelaskan bagaimana dongeng Plato tentang Atlantis telah menginspirasi sejarawan, sastrawan, filsuf, etnolog, antropolog, tukang dongeng, dan ideolog untuk menulis kisah Atlantis menurut imajinasi asumtif mereka. Hanya beberapa dekade setelah Timaeus dan Critias yang ditulis Plato menjadi bahasan orang-orang Yunani, telah sejumlah imitasi parodik tentang Atlantis sebagaimana ditulis sejarawan Theopompus dari Chios, yang menulis tentang sebuah wilayah yang disebut Meropis. Deskripsi wilayah Meropis ini ada pada Buku 8 Philippica, yang berisi dialog antara Raja Midas dan Silenus, teman dari Dionysus. Silenus mendeskripsikan Bangsa Meropis, ras manusia yang bertubuh dua kali dari ukuran tubuh manusia biasa, yang menghuni dua kota utama di pulau Meropis, Eusebes ,( "kota Pious") danMachimos ("kota-Pertempuran"). Silenius juga menggambarkan bahwa angkatan bersenjata sebanyak sepuluh juta tentara menyebrangi samudra untuk menaklukan Hyperborea, tetapi meninggalkan rencana ini ketika mereka menyadari bahwa bangsa Hyperborea adalah bangsa paling beruntung di dunia.
Heinz-Günther Nesselrath menafsirkan bahwa cerita Silenus dan Raja Midas tentang Meropis dan Hyperborea yang ditulis Theopompus merupakan jiplakan dari kisah Atlantis, untuk alasan membongkar dongeng Plato dengan tujuan untuk mengejek. Sebab dibanding Atlantis yang tidak jelas keberadaannya, Hyperborea keberadaannya dalam sejarah lebih jelas meski banyak dibungkus dongeng. Hyperborea adalah sebuah wilayah yang terletak di utara Yunani. Sebagian orang berpendapat wilayah ini masih merupakan satu kesatuan dari benua, dibatasi oleh Sungai Okeanos di Utara dan puncak-puncak pegunungan mitos Rhipaion di Selatan. Hyperborea merupakan negara-agama yang diperintah oleh tiga pendeta Apollo yang disebut Boreadea. Mereka adalah putra-putra dan keturunan Boreas. Leto, ibu Apollo lahir di Hyperborea, oleh sebab itu Apollo sangat dipuja disana melebihi dewa-dewa lainnya.Herakles keturunan Perseus beberapa kali dituturkan pernah berkunjung ke Hyperborea.
Zoticus, seorang filsuf Neo-Platonis pada abad ke-3 M, menulis puisi berdasarkan catatan Plato mengenai Atlantis. Sejarawan abad ke-4 M, Ammianus Marcellinus, berdasarkan karya Timagenes (sejarawan abad ke-1 SM) yang hilang, menulis bahwa Druid dari Galia mengatakan bahwa sebagian penduduk Galia adalah imigran dari kepulauan yang jauh. Catatan Ammianus ditafsirkan oleh sebagian orang sebagai klaim bahwa ketika Atlantis tenggelam, penduduknya mengungsi ke Eropa Barat. Tetapi Ammianus buru-buru mengatakan bahwa “Drasidae (Druid) menyebut kembali bahwa sebagian dari penduduk Galia adalah penduduk asli, tetapi ada juga yang bermigrasi dari kepulauan dan wilayah yang melewati Rhine" (Res Gestae 15.9), tanda bahwa imigran datang ke Galia dari utara dan timur, tidak dari Samudra Atlantic seperti diklaim sebagian orang.
Francis Bacon tahun 1627 menulis novel berjudul The New Atlantis, yang mendeskripsikan komunitas utopia yang disebut Bensalem, yang terletak di Lautan Pasifik di pantai barat Amerika. Bacon terinspirasi tulisan Thomas Moore berjudul Utopia Island, di mana Thomas Moore sendiri terinspirasi tulisan Plato, Republic. Karakter dalam novel yang ditulis Bacon ini memberikan sekilas gambaran sejarah Atlantis yang mirip dengan catatan Plato, tetapi tidak jelas apakah Bacon menyebut Amerika Utara atau Amerika Selatan. Isaac Newton pada tahun 1728 juga menulis novel berjudul The Chronology of the Ancient Kingdoms Amended (Kronologi Keruntuhan Kerajaan-kerajaan Kuno), mempelajari berbagai hubungan mitologi dengan Atlantis.
Pada pertengahan dan akhir abad ke-19, beberapa sarjana Mesoamerika, dimulai dari Charles Etienne Brasseur de Bourbourg, termasuk Edward Herbert Thompson dan Augustus Le Plongeon, menyatakan bahwa Atlantis berhubungan dengan peradaban Maya dan Astec. Pada tahun 1882, Ignatius L. Donnelly mempublikasikan karya berjudul Atlantis: the Antediluvian World. Karyanya menarik minat banyak orang terhadap Atlantis. Donnelly mengambil catatan Plato mengenai Atlantis dengan serius dan menyatakan bahwa semua peradaban kuno yang diketahui berasal dari kebudayaan Neolitik yang tinggi. Menurut Donnelly, ada kaitan antara Atlantis dengan Aztlan. Aztlan adalah tempat tinggal bagi leluhur suku Aztec. Donnelly menyatakan bahwa wilayah timur Karibia adalah lokasi bekas Aztlan, seperti yang ditunjuk suku Aztec. Ia pun berpendapat bahwa Atlantis dulunya berada di wilayah Karibia.
Sepanjang akhir abad ke-19, ide mengenai dongeng legendaris Atlantis digabungkan dengan cerita-cerita "benua hilang" lainnya, seperti Benua Mu dan Lemuria yang hilang. Helena Blavatsky, "Nenek Pergerakan Era Baru", menulis dalam The Secret Doctrine , bahwa bangsa Atlantis adalah pahlawan budaya (kontras dengan Plato yang mendeskripsikan mereka dengan masalah militer), dan "Akar Ras" ke-4, yang diteruskan oleh "Ras Arya". Rudolf Steiner menulis tentang evolusi budaya Mu atau Atlantis.
Edgar Cayce, pertama kali menyebut Atlantis tahun 1923, dan mengemukakan pendapatnya yang senada dengan Ignatius L. Donnely, bahwa lokasi Atlantis terletak di Karibia. Ia juga menyatakan bahwa Atlantis merupakan sebuah peradaban berevolusi tinggi yang pernah ada di masa kuno. Ia juga mendukung pernyataan Plato mengenai kekuatan perang Atlantis yang memiliki kapal dan pesawat tempur yang menggunakan perangkat-perangkat perang dengan memanfaatkan energi berbentuk kristal yang misterius. Cayce juga memprediksi bahwa Atlantis yang hilang ini akan muncul ke permukaan pada 1968 atau 1969, yang ternyata prediksinya tidak terbukti.
Telah diklaim bahwa sebelum era Eratosthenes tahun 250 SM, penulis Yunani menyatakan bahwa lokasi “Pilar-pilar Herkules” yang disebut Plato sebagai batas menuju Atlantis, letaknya di Selat Sisilia. Namun tidak terdapat bukti yang cukup untuk membuktikan hal tersebut. Menurut Herodotus (circa 430 SM), ekspedisi Finisi telah berlayar mengitari Afrika atas perintah firaun Necho, berlayar ke selatan Laut Merah dan Samudera Hindia dan bagian utara di Atlantik, memasuki kembali Laut Tengah melalui Pilar Hercules. Deskripsinya di Afrika barat laut menjelaskan bahwa ia melokasikan Pilar Hercules dengan tepat di tempat pilar-pilar Hercules berada saat ini. Kepercayaan bahwa pilar Hercules yang telah diletakkan di Selat Sisilia menurut Eratosthenes, telah dikutip dalam beberapa teori Atlantis.
Konsep Atlantis menarik perhatian teoritisi Nazi. Pada tahun 1938, Heinrich Himmler mengorganisir pencarian di Tibet untuk menemukan sisa bangsa Atlantis putih. Menurut Julius Evola dalam Revolt Against the Modern World (1934), bangsa Atlantis adalah manusia super (Übermensch) Hyperborea—Nordic yang berasal dari Kutub Utara. Alfred Rosenberg dalam The Myth of the Twentieth Century (1930) juga berbicara mengenai kepala ras "Nordik-Atlantis" atau "Arya-Nordik" kulit putih.
Masalah dongeng Atlantis yang melahirkan berbagai karya dengan spekulasi-spekulasinya, makin menarik minat orang untuk mendalaminya lebih jauh terutama ketika tahun 1968, sekumpulan penyelam yang menyelam ke dasar laut di kepulauan Bimini di sekitar Samudera Atlantik di gugusan Pulau Bahama, dalam perjalanan kembali, tiba-tiba seorang penyelam menjerit kaget karena di dasar laut, ia menemukan sebuah jalan besar. Beberapa penyelam secara bersamaan terjun ke bawah untuk melihat, ternyata memang ada sebuah jalan besar membentang tersusun dari batu raksasa. Itu adalah sebuah jalan besar yang dibangun dengan menggunakan batu persegi panjang dan poligon, besar kecilnya batu dan ketebalan tidak sama, namun penyusunannya sangat rapi, konturnya cemerlang. Orang menduga itu merupakan jalan dari kerajaan Atlantis.
Awal tahun 1970-an, sekelompok peneliti datang di sekitar kepulauan Yasuel di Samudera Atlantik. Mereka telah mengambil inti karang dengan mengebor pada kedalaman 800 meter di dasar laut. Ternyata, tempat itu memang benar-benar sebuah daratan pada 12.000 tahun silam. Kesimpulan yang ditarik atas dasar teknologi ilmu pengetahuan, begitu mirip seperti yang dilukiskan Plato. Namun, apakah di situ tempat tenggelamnya kerajaan Atlantis? Tidak ada penjelasan. Semua hanya hipotesa.
Tahun 1974, sebuah kapal peninjau laut Uni Soviet telah membuat 8 lembar foto yang jika disarikan membentuk sebuah bangunan kuno bawah laut mahakarya manusia. Apakah ini dibangun oleh orang Atlantis? Tahun 1979, sekumpulan ilmuwan Amerika dan Perancis dengan piranti instrumen yang canggih menemukan piramida di dasar laut di lokasi “segitiga maut” laut Bermuda. Panjang piramida kurang lebih 300 meter, tinggi kurang lebih 200 meter, puncak piramida dengan permukaan samudera hanya berjarak 100 meter. Ukurannya lebih besar dibanding piramida Mesir. Bagian bawah piramida terdapat dua lubang raksasa, air laut dengan kecepatan yang menakjubkan mengalir di dasar lubang. Apakah piramida besar bawah laut ini dibangun oleh orang-orang Atlantis? Pasukan kerajaan Atlantis pernah menaklukkan Mesir, apakah orang Atlantis membawa peradaban piramida ke Mesir? Benua Amerika juga terdapat piramida, apakah berasal dari Mesir atau berasal dari kerajaan Atlantis?
Tahun 1985, dua kelasi Norwegia menemukan sebuah kota kuno di bawah areal laut di “segitiga maut” luat Bermuda. Pada foto yang dibuat oleh mereka berdua, ada dataran, jalan besar vertikal dan horizontal serta lorong, rumah beratap kubah, gelanggang aduan (binatang), kuil, bantaran sungai dll. Mereka berdua mengatakan: “Mutlak percaya, yang kami temukan adalah Benua Atlantik! Sama persis seperti yang dilukiskan Plato!” Benarkah klaim itu? Yang disayangkan, piramida dasar laut segitiga Bermuda, belum berhasil diselidiki dari atas permukaan laut dengan menggunakan instrumen canggih, hingga kini belum ada seorang pun ilmuwan dapat memastikan apakah itu sebuah bangunan yang benar-benar dibangun oleh tenaga manusia, sebab mungkin saja itu sebuah puncak gunung bawah air yang berbentuk limas.
Foto peninggalan bangunan kuno di dasar laut yang diambil tim ekspedisi Rusia, juga tidak dapat membuktikan di sana adalah bekas tempat kerajaan Atlantis. Setelah itu ada tim ekspedisi menyelam ke dasar samudera jalan batu di dasar lautan Atlantik Pulau Bimini, mengambil sampel “jalan batu” dan dilakukan penelitian laboratorium serta dianalisa. Hasilnya menunjukkan, bahwa jalan batu ini umurnya belum mencapai 10.000 tahun. Jika jalan ini dibuat oleh bangsa kerajaan Atlantis, setidak-tidaknya tidak kurang dari 10.000 tahun. Mengenai foto yang ditunjukkan kedua kelasi Norwegia itu, hingga kini pun tidak dapat membuktikan apa-apa. Satu-satunya kesimpulan yang dapat diperoleh adalah benar ada sebuah daratan yang karam di dasar laut Atlantik. Jika memang benar di atas laut Atlantik pernah ada kerajaan Atlantis, dan kerajaan Atlantis memang benar tenggelam di dasar laut Atlantik, maka di dasar laut Atlantik pasti dapat ditemukan bekas-bekasnya. Faktanya, hingga saat ini, kerajaan Atlantis tetap merupakan sebuah misteri sepanjang masa.
Tim arkeolog Amerika Serikat, belum lama ini mengklaim telah menemukan sisa peradaban Atlantis yang terkubur lumpur di sebelah selatan Spanyol. Sebuah kota metropolis pertama terkubur di dasar laut. Richard Freund dari Universitas Hartford Connecticut mengatakan temuan terkini Atlantis itu ada di sebelah utara kota Cadiz, Spanyol Selatan. Atlantis, kata Freund terkubur di dasar laut akibat terjangan tsunami dahsyat. "Tsunami dahsyat telah melumat kota yang jauhnya 60 mil dari pesisir. Memang sukar dipercaya, tapi itulah yang kami temukan," kata Freund, seperti dikutip Daily Mail.
Tim peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber. Salah satunya adalah foto satelit di daerah itu yang diperkirakan sudah tenggelam. Kemudian foto itu dibandingkan dengan survei lapangan menggunakan sonar dan pemetaan digital. Hasilnya, mereka menemukan struktur bangunan yang menyerupai 'kota'. Dari data gambar-gambar Atlantis yang beredar dibandingkanlah struktur tersebut, para peneliti yakin mereka sudah menemukan kota legenda itu. Rencananya penemuan itu akan ditayangkan di National Geographic dengan judul 'Finding Atlantis'. Freund yakin, ada sejumlah ciri dari struktur kota yang terpendam itu yang menunjukkan kalau itu adalah Atlantis. "Kami menemukan sesuatu yang tidak ditemukan peneliti lain sebelumnya. Penemuan ini membuat kredibilitas temuan kami sangat baik, terutama dari sisi arkeologis, temuan ini menguatkan fakta-faktanya," kata Freund tanpa menjelaskan apa temuan itu, sehingga sampai saat ini rencana Freund belum terwujud dan Atlantis tetap menjadi misteri tak terpecahkan. Bahkan dongeng Atlantis yang ditulis Plato, sekarang ini sudah menjadi lingkaran setan masalah yang tak diketahui ujung dan pangkalnya lagi, di mana para peminat Atlantis seperti masuk labirin yang banyak jalan dan tidak bisa keluar.
Setelah melihat film-film dan komentar-komentar tentang usaha-usaha mencari Atlantis, Farel bertanya,”Kalau pun bukti empirik tentang Atlantis belum ditemukan, bukan berarti peristiwa benua tenggelam tidak ada, Mbah Kyai. Soalnya, kisah banjir besar yang terjadi pada akhir zaman es atau masa Pleistosen, yang menenggelamkan benua dan pulau-pulau, menurut para geolog, pernah terjadi. Bahkan cerita agama membenarkan itu. Bagaimana ini Mbah Kyai?”
“Soal banjir besar yang melanda dunia itu, pastinya aku percaya,” kata Guru Sufi datar, ”Berbagai bangsa tua di dunia seperti Sumeria, Babilon, Akkadia, Ibrani, Yunani, India, Cina, Aztec, Maya, mencatat peristiwa air bah itu. Itu artinya, banjir besar yang menenggelamkan benua dan pulau-pulau itu memang pernah terjadi. Yang aku tidak sepakat, kalau kisah-kisah air bah besar yang menenggelamkan bangsa-bangsa tua berperadaban tinggi itu diklaim sebagai Atlantis. Sebab tidak ada secuil pun bukti arkeologis yang berkaitan dengan dongeng Atlantis.”
“Bagaimana Mbah Kyai,” sahut Farel penasaran dan ingin menguji pengetahuan Guru Sufi,”Apakah Mbah Kyai bisa menerangkan kepada kami tentang peristiwa-peristiwa banjir besar di berbagai tempat pada zaman kuno yang menenggelamkan dataran rendah di muka bumi?”
“Insya Allah bisa, tapi kita istirahat dulu. Makan singkong rebus, tempe goreng, ketan bubuk, dan minum kopi tubruk,” kata Guru Sufi yang disambut kata sepakat dari para peserta.
(bersambung…)
Oleh: KH Agus Sunyoto
Sumber Asli: