8 Des 2012

MENGENAL ALIRAN SALAF



MENGENAL ALIRAN SALAF

*Disusun untuk tugas matakuliah Ilmu Kalam Modern
Jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2011-2012


Pendahuluan
            Gerakan Islam Modern dewasa ini berkembang bak semboyan bangsa Indonesia, yakni berbeda-beda namun tetap satu jua. Bermacam aliran tapi islam juga. Dari yang samar bahkan pada aliran yang paling ekstrim. Saking banyaknya, membuat banyak orang bingung memilah, mana yang A, dan mana yang B. tidak heran jika banyak orang kadang memvonis aliran A (misalnya) sesat, dan yang B tentu tidak jauh beda. Seperti Aliran yang satu ini. Salaf.
            Aliran salaf atau Salafi, termasuk aliran dalam islam yang paling banyak dan paling gencar memvonis aliran lain salah dan dirinyalah yang paling benar. Salafi meyakini bahwa merekalah yang disebut-sebut dalam hadits Nabi sebagai golongan yang selamat sedangkan 72 golongan lainnya kelompok sesat dan bid‟ah.( Baca Mengenal salafi dari 2 sisi Ust. Abu rifa’ al puari “memahami karakter salafi”). Jika kita lihat dialog antar aliran, khususnya Aliran Salaf. Maka pembaca akan disuguhi sebuat dunia dimana ayat Al-Qur’an dan hadist menjadi sebuah senjata untuk saling membunuh sesamanya.
Dalam tulisan ini saya akan sedikit menyinggung tentang ideology atau corak pikir dari Aliran Salafi, sebab keinginan dari tulisan ini agar bisa menyesuaikan dengan tujuan untuk apa tulisan ini dibuat. Yakni mendalami Ilmu Kalam Modern khususnya di Indonesia. Dalam tulisan ini juga saya banyak sekali mengutip dari beberapa karya tokoh yang tentunya lebih jelas membahas tentang apa itu Aliran Salaf. Oleh sebab minimnya referensi, maka patokan utama dalam makalah ini saya dapat dari Google, harap maklum.

Apa Itu Aliran Salaf?
           
Aliran salaf muncul pada abad keempat hijriah yang terdiri dari orang-orang Hanabilah yang berpedoman pada pendapat-pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.[1] Menuru orang-orang Hanabilah, Imam Ahmad bin Hanbal telah menghidupkan dan mempertahankan pendapat-pendapat daru ulama’ salaf sehingga dari motif inilah orang-orang hanbilah menamakan dirinya sebagai “Aliran Salaf”.[2]
Sedangkan devinisi dari salaf itu sendiri dewasa ini mempunyai banyak makna seperti yang saya kutip dari beberapa sumber dibawah ini.

-          Salafi atau Salafiyah. secara bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita.[3]
-          Salaf artinya terdahulu dan Ahlu Salaf adalah orang-orang yang terdahulu[4]
-          Istilah aliran Salaf, sering dinisbatkan kepada para pengikut Ibnu Taimiyah
-          Salafy adalah sebuah gerakan paham politik Islamisme yg mengambil leluhur (salaf) dari patristik masa awal Islam sebagai paham dasar.[5]
-          Adapun makna al-Salaf secara terminologis yang dimaksud di sini adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah penjelasan Rasulullah saw dalam haditsnya:
Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang mengikuti mereka, kemudian yang mengikuti mereka...” (HR. Bukhari dan Muslim)




Sejarah Perkembangan Salafy
           
Awal mula munculnya aliran-aliran dalam islam tentu dimulai ketika umat islam kehilangan nabi tercinta yaitu Muhammad SAW. Para sahabat layaknya akar yang menjadi awal mula munculnya batang. Begitulah mulanya aliran Salafy, bedanya pada Periode ini (Sahabat) belum ada yang namanya “Aliran Salaf” karena secara umum saat itu para Sahabat memiliki manhaj dan karakteristik yang masih “original” sesuai dengan masa kenabian, terutama dalam bidang akidah dan teologi (ilmu kalam).
Aliran salaf muncul pada masa Imam Ahmad bin Hanbal ( 164 H – 261 H) seperti yang saya sebutkan tadi di atas, baru pada abad ke kedua belas hijriah Aliran Salaf mendapat kekuatan baru dengan munculnya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab di Saudi Arabia, yang kemudian pendapat-pendapatnya disebut sebagai “Aliran Wahabiah”.[6]

Ibnu Taimiah
Kemunculan Aliran salaf tentunya tidak bisa lepas dari pengaruh Ibnu Taimiah, ulama’ yang mempunyai nama lengkap Taqijuddin Ahmad bin Abdilhalim bin Taimiah, Lahir di Irak tepatnya di Harran pada tahun 661 H. saat ibnu taimiah berusia 7 tahun, beliau pindah bersama ayahnya ke tempat yang terkenal memiliki banyak ulama’ yaitu kota Damsyik, di kota inilah kemudian beliau belajar banyak ilmu terutama pada ayahnya sendiri. Sehingga pada usia 21 tahun beliau sudah mulai mengarang dan mengajar.
Ketokohannya mulai tampak kemasyarakat ketika Ibnu Taimiah berangkat haji pada tahun 691 H. sebab sepulang dari haji beliau sudah terkenal dengan ilmu dan amalnya, Ibnu Taimiah juga merupakan ulama’ yang tegas dalam menegakkan kebenaran, hal ini membuat dirinya disandangi gelar “Muhjis Sunnah” (Pembangun/penghidup Assunnah).[7]
Ibnu Taimiah yang hidup di lingkungan para golongan Buwaihi, yakni golongan yang menganut Aliran Syafi’i dalam Fiqh dan Aliran Asy’ari dalam bidang kepercayaan, hal ini tak menjadi penghalang bagi Ibnu Taimiah untuk mendalami dan mengembangkan pendapat-pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal dalam bidang fiqh maupun kepercayaan. sehingga beliau digolongkan pada golongan Hanabilah bersama muridnya yang setia yaitu Ibnu Qayyim.
Oleh sebab beda golongan inilah kemudian Ibnu Taimiah menjadi sorotan di lingkungan setempatnya ketika beliau tak sependapat dengan pendapat orang banyak, baik dalam hal pemerintahan maupun dalam hal hokum keagamaan. Sehingga tidak heran jika beliau menjadi musuh pemerintah pada masa itu dan hal ini membuat dirinya sering berpindah-pindah penjara.
Penangkapan terakhirnya terjadi ketika beliah berpendapat bahwa ziarah ke kubur nabi-nabi dan orang-orang saleh tidak wajib, bahkan tidak dibenarkan oleh agama. Karena pendapatnya iniliah beliau dipenjarakan disebuah benteng di Damsyik dan dipenjara ini pula beliau menghembuskan nafas trakhirnya.[8]

Sistem Pemikiran Salaf
Ibnu Taimiah membagi metode ulama-ulama islam dalam bidang Aqidah menjadi 4, yaitu:
a.       Aliran Filsafat
Aliran yang mengatakan bahwa Al-Qur’an berisi dalil “Khatabi” dan “Iqnal” (dalil pemenang dan pemuas hati, bukan pemuas pikiran) yang sesuai untuk orang banyak.
b.      Aliran Mu’tazilah
Bagi Ibnu Taimiah Aliran ini adalah aliran yang menggunakan metode Akal Pikiran, dan dalil Al-Qur’an, namun Aliran ini lebih mengedepankan Akal yang rasional  daripada Al-Qur’an.
c.       Aliran Maturidiah
Aliran ini dikatakan oleh Ibnu Taimiah sebagai aliran yang menganggap dalil Al-qur’an sebagai dalil yang menjadi kabar berita saja bukan sebagai pangkal penyelidikan.
d.      Aliran Asy’ariah
Yaitu golongan yang menggunakan keduanya, yaitu dalil Al-Qur’an dan Akal pikiran.
Disini dijelaskan, bahwa Aliran Salaf berbeda dengan metode ke-empat golongan tersebut. Dimana bagi Ibnu Taimiah, Aliran Salaf hanya percaya pada aqidah-aqidah dan dalil-dalil yang ditunjukkan oleh nas, Aliran Salaf tidak percaya pada metode logika rasional yang asing bagi Islam.
Aqidah
Aliran Salaf mengakui ke-Esa-an Tuhan, mereka berusaha untuk mensucikan Tuhan dari segala sesuatu yang menyerupai-Nya tanpa menghilangkan sifat-sifat yang dimiliki-Nya. Tuhan tetap mempunyai beberapa sifat dan nama tanpa mempermasalahkan lebih jauh. Begitu pula tentang keyakinan sepenuhnya terhadap kerasulan Muhammad saw dan syafa’atnya bagi orang-orang yang beriman dikemudian hari. Selanjutnya mereka juga meyakini adanya hari kebangkitan sebagaimana yang diberitahukan oleh Al Qur’an dan hadis-hadis Nabi tanpa mempertanyakan lebih jauh. Begitu pula terhadap rukun Iman yang lain, mereka yakini sepenuhnya.
Ilmu
1. Orang-orang Salaf hanya mempelajari dan mengamalkan ilmu yang bermanfaat
2. Menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan yang memberi mudharat yang tidak ada sumbernya dari Al Qur’an dan Sunnah
3. Mereka hanya menunjukkan ilmu yang bersumber dari al Qur’an dan Hadis
4. Mereka menghindari mempersoalkan masalah qadar, menurut mereka hanya ada tiga macam ilmu yaitu: Al Qur’an, hadis dan apa yang telah disepakati oleh orang-orang Islam.

Ide-ide Gerakan Salafi Modern

1. Hajr Mubtadi’ (Pengisoliran terhadap pelaku bid’ah)
2. Sikap terhadap politik (parlemen dan pemilu).
Muhammad As-Sewed:
-          Pemilu adalah sebuah upaya menyekutukan Allah (syirik) karena menetapkan aturan berdasarkan suara terbanyak (rakyat), padahal yang berhak untuk itu hanya Allah.
-          Apa yang disepakati suara terbanyak itulah yang dianggap sah, meskipun bertentangan dengan agama atau aturan Allah dan Rasul-Nya.
-          Pemilu adalah tuduhan tidak langsung kepada islam bahwa ia tidak mampu menciptakan masyarakat yang adil sehingga membutuhkan sistem lain.
-          Partai-partai Islam tidak punya pilihan selain mengikuti aturan yang ada, meskipun aturan itu bertentangan dengan Islam.
-          Dalam pemilu terdapat prinsip jahannamiyah, yaitu menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan-tujuan politis, dan sangat sedikit yang selamat dari itu.
-          Pemilu berpotensi besar menanamkan fanatisme jahiliah terhadap partai-partai yang ada.

3. Sikap terhadap gerakan Islam yang lain.

Baik Salafi Yamani maupun Haraki, sikap keduanya terhadap gerakan Islam lain sangat
dipengaruhi oleh pandangan mereka dalam penerapan hajr al-mubtadi’. Sehingga tidak mengherankan dalam poin inipun mereka berbeda pandangan. Jika Salafi Haraki cenderung ‘moderat’ dalam menyikapi gerakan lain, maka Salafi Yamani dikenal sangat ekstrim bahkan seringkali tanpa kompromi sama sekali.



Penutup

Pokok ajaran dari ideologi dasar Salafi adalah: bahwa Islam telah sempurna dan sudah selesai pada masa Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya, oleh karena itu tidak dikehendaki inovasi yang telah ditambahkan pada abad sekarang atau nanti, baik material atau oleh pengaruh budaya.

Tentu saja penilayan berada pada masing-masing individu, sebab baik dan buruk itu trgantung bagaimana kita “melihat”. Menerima semua kalangan tak ada salahnya, asal sesuai dengan garis beras hokum. Dalam hal ini yaitu hokum islam, begitu pula aliran salafi, apa yang mereka yakini tidak akan bisa kita pahami, seperti kata teman saya “kalo udah masalah hati tidak bisa diganggu gugat”. Saya kira semua orang begitu. Dan akhirnya saya pribadi mengharap agar tulisan ini bisa menjadi isnspirasi bagi pembaca.




[1] Pengantar Teologi islam, A. Hanafi, M.A, hal: 175
[2] Ibid
[3] www.freelists.org/archives/Salafi/12-2003/msg00017.html
[4] Salafiyyah
[5] Ghazali And The Poetics Of Imagination, karya Ebrahim Moosa
[6] Pengantar Teologi islam, A. Hanafi, M.A, Pustaka Al-Husna Baru. 2003
[7] Ibid
[8] Pengantar Teologi islam, A. Hanafi, M.A, Pustaka Al-Husna Baru. 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar