Tampilkan postingan dengan label Kuliah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kuliah. Tampilkan semua postingan

16 Des 2012




SINTEM KERJA TELINGA
Telinga adalah salah satu indra manusia yang berfungsi sebagai alat pendengaran. Telinga juga dikatakan berfungsi sebagai alat keseimbangan bagi manusia. Sebelum menjelaskan bagaimana cara kerjanya. Saya akan menjelaskan beberapa bagian penting dari struktur telinga manusia yang saya dapat dari wikipedia. Diantaranya yaitu:
Daun telinga, berfungsi mengumpulkan dan menyalurkan bunyi ke liang telinga.

Gendang telinga (membran timpani) berfungsi mengubah bunyi menjadi getaran, sedangkan tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus dan stapes) merupakan rangkaian tulang kecil (osikula) berfungsi menghantar getaran ke telinga dalam.
Telinga dalam (koklea/rumah siput) berisi cairan dan sel "rambut" yang sangat peka. Struktur yang berupa rambut halus ini bergetar ketika dirangsang oleh getaran bunyi. Sedangakan sistem Vestibular (Saraf sensor) berisi sel yang mengendalikan keseimbangan. Saraf Auditori menghubungkan koklea/rumah siput ke otak.
Sedangkan cara kerjanya yaitu, ketika ada gelombang bunyi yang ditangkap oleh telinga luar (Daun telinga: yang berfungsi mengumpulkan dan menyalurkan bunyi ke liang telinga), maka gelombang bunyi atau suara kemudian mengalir sepanjang saluran telinga hingga mencapai gendang telinga (timpani). Gelombang bunyi merupakan getaran yang merambat baik melalui medium padat, cair maupun gas. Dalam hal ini medium yang dilalui oleh gelombang bunyi akan merapat dan merenggang sepanjang arah perambatan gelombang bunyi. Bayangkan saja seperti pegas yang merapat dan meregang jika didorong maju mundur.
Untuk persoalan di atas, ketika gelombang bunyi merambat sepanjang saluran telinga, udara yang berada dalam saluran telinga sebenarnya merapat dan meregang atau bergerak maju mundur. Udara yang bergerak maju mundur tersebut akan menggerakkan udara yang berada di depannya. Demikian seterusnya. Udara sendiri tidak merambat, udara cuma bergerak maju mundur saja, karena udara yang bergerak maju mundur tersebut menggerakan temannya, temannya kemudian menggerakan lagi temannya yang ada di depannya maka akan timbul getaran yang merambat sepanjang udara tersebut. Nah, udara yang ada di dekat gendang telinga selanjutnya menggetarkan gendang telinga, tentu saja gendang telinga bergetar. Getaran gendang telinga ini selanjutnya diteruskan ke telinga bagian dalam (lewat jendela oval) melalui tulang
Getaran yang merambat lewat jendela oval selanjutnya melewati saluran Vestibular hingga mencapai saluran timpani. Antara saluran timpani dan saluran vestibular terdapat sebuah saluran yang diberi julukan pembuluh rumah siput. Pembuluh rumah siput dan saluran timpani dipisahkan oleh sebuah membran yang diberi julukan membrane/kulit tipis Basilar. nah, pada membran basilar ini terdapat “organ corti” yang berisi puluhan ribu ujung syaraf. Jadi organ corti ini menempel di membran basilar, nah, gelombang bunyi yang melewati saluran timpani tadi akan menimbulkan riak pada membran basilar dan organ corti yang berisi puluhan ribu ujung syaraf, jadi pada membran basilar dan organ corti inilah energi yang dibawa oleh gelombang bunyi diubah menjadi impuls listrik yang selanjutnya dikirim ke otak melalui syaraf pendengaran, seperti itulah kira-kira proses bagaimana sehingga otak bisa menerjemahkannya menjadi bunyi dll.
Bagaimana prosesnya, sehingga telinga bisa menjadi alat keseimbangan bagi manusia? Berikut penjelasan singkat yang banyak saya kutip juga dari Wikipedia.
Telinga, Selain sebbagai alat pendengaran, telinga juga dapat berfungsi sebagai Indra Pengatur Keseimbangan, sebab telinga mempunyai organ Vestibular. Bagian ini secara struktural terletak di belakang labirin yang membentuk struktur utrikulus dan sakulus serta tiga saluran setengah lingkaran atau Saluran Gelung atau semisirkular. Kelima bagian ini berfungsi mengatur keseimbangan Tubuh dan memiliki sel rambut yang akan dihubungkan dengan bagian keseimbangan dari saraf Pendengaran.
Penutup
Berterimakasihlah pada tuhanmu yang telah menganugrahkan sebuah alat pendengaran pada tubuhmu dengan sesempurna ciptaannya. Bayangkan jika satu saja organ dalam struktur telinga kita (seperti yang dijelaskan diatas) mengalami kerusakan, salah atau tidak berfungsi. Maka amburadullah telinga kita. Maka tidaklah kita bisa mendengar dengan normal seperti yang kita nikmati sekarang ini.

Sumber: Wikipedia

8 Des 2012

MENGENAL ALIRAN SALAF



MENGENAL ALIRAN SALAF

*Disusun untuk tugas matakuliah Ilmu Kalam Modern
Jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2011-2012


Pendahuluan
            Gerakan Islam Modern dewasa ini berkembang bak semboyan bangsa Indonesia, yakni berbeda-beda namun tetap satu jua. Bermacam aliran tapi islam juga. Dari yang samar bahkan pada aliran yang paling ekstrim. Saking banyaknya, membuat banyak orang bingung memilah, mana yang A, dan mana yang B. tidak heran jika banyak orang kadang memvonis aliran A (misalnya) sesat, dan yang B tentu tidak jauh beda. Seperti Aliran yang satu ini. Salaf.
            Aliran salaf atau Salafi, termasuk aliran dalam islam yang paling banyak dan paling gencar memvonis aliran lain salah dan dirinyalah yang paling benar. Salafi meyakini bahwa merekalah yang disebut-sebut dalam hadits Nabi sebagai golongan yang selamat sedangkan 72 golongan lainnya kelompok sesat dan bid‟ah.( Baca Mengenal salafi dari 2 sisi Ust. Abu rifa’ al puari “memahami karakter salafi”). Jika kita lihat dialog antar aliran, khususnya Aliran Salaf. Maka pembaca akan disuguhi sebuat dunia dimana ayat Al-Qur’an dan hadist menjadi sebuah senjata untuk saling membunuh sesamanya.
Dalam tulisan ini saya akan sedikit menyinggung tentang ideology atau corak pikir dari Aliran Salafi, sebab keinginan dari tulisan ini agar bisa menyesuaikan dengan tujuan untuk apa tulisan ini dibuat. Yakni mendalami Ilmu Kalam Modern khususnya di Indonesia. Dalam tulisan ini juga saya banyak sekali mengutip dari beberapa karya tokoh yang tentunya lebih jelas membahas tentang apa itu Aliran Salaf. Oleh sebab minimnya referensi, maka patokan utama dalam makalah ini saya dapat dari Google, harap maklum.

Apa Itu Aliran Salaf?
           
Aliran salaf muncul pada abad keempat hijriah yang terdiri dari orang-orang Hanabilah yang berpedoman pada pendapat-pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.[1] Menuru orang-orang Hanabilah, Imam Ahmad bin Hanbal telah menghidupkan dan mempertahankan pendapat-pendapat daru ulama’ salaf sehingga dari motif inilah orang-orang hanbilah menamakan dirinya sebagai “Aliran Salaf”.[2]
Sedangkan devinisi dari salaf itu sendiri dewasa ini mempunyai banyak makna seperti yang saya kutip dari beberapa sumber dibawah ini.

-          Salafi atau Salafiyah. secara bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum zaman kita.[3]
-          Salaf artinya terdahulu dan Ahlu Salaf adalah orang-orang yang terdahulu[4]
-          Istilah aliran Salaf, sering dinisbatkan kepada para pengikut Ibnu Taimiyah
-          Salafy adalah sebuah gerakan paham politik Islamisme yg mengambil leluhur (salaf) dari patristik masa awal Islam sebagai paham dasar.[5]
-          Adapun makna al-Salaf secara terminologis yang dimaksud di sini adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah penjelasan Rasulullah saw dalam haditsnya:
Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang mengikuti mereka, kemudian yang mengikuti mereka...” (HR. Bukhari dan Muslim)




Sejarah Perkembangan Salafy
           
Awal mula munculnya aliran-aliran dalam islam tentu dimulai ketika umat islam kehilangan nabi tercinta yaitu Muhammad SAW. Para sahabat layaknya akar yang menjadi awal mula munculnya batang. Begitulah mulanya aliran Salafy, bedanya pada Periode ini (Sahabat) belum ada yang namanya “Aliran Salaf” karena secara umum saat itu para Sahabat memiliki manhaj dan karakteristik yang masih “original” sesuai dengan masa kenabian, terutama dalam bidang akidah dan teologi (ilmu kalam).
Aliran salaf muncul pada masa Imam Ahmad bin Hanbal ( 164 H – 261 H) seperti yang saya sebutkan tadi di atas, baru pada abad ke kedua belas hijriah Aliran Salaf mendapat kekuatan baru dengan munculnya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab di Saudi Arabia, yang kemudian pendapat-pendapatnya disebut sebagai “Aliran Wahabiah”.[6]

Ibnu Taimiah
Kemunculan Aliran salaf tentunya tidak bisa lepas dari pengaruh Ibnu Taimiah, ulama’ yang mempunyai nama lengkap Taqijuddin Ahmad bin Abdilhalim bin Taimiah, Lahir di Irak tepatnya di Harran pada tahun 661 H. saat ibnu taimiah berusia 7 tahun, beliau pindah bersama ayahnya ke tempat yang terkenal memiliki banyak ulama’ yaitu kota Damsyik, di kota inilah kemudian beliau belajar banyak ilmu terutama pada ayahnya sendiri. Sehingga pada usia 21 tahun beliau sudah mulai mengarang dan mengajar.
Ketokohannya mulai tampak kemasyarakat ketika Ibnu Taimiah berangkat haji pada tahun 691 H. sebab sepulang dari haji beliau sudah terkenal dengan ilmu dan amalnya, Ibnu Taimiah juga merupakan ulama’ yang tegas dalam menegakkan kebenaran, hal ini membuat dirinya disandangi gelar “Muhjis Sunnah” (Pembangun/penghidup Assunnah).[7]
Ibnu Taimiah yang hidup di lingkungan para golongan Buwaihi, yakni golongan yang menganut Aliran Syafi’i dalam Fiqh dan Aliran Asy’ari dalam bidang kepercayaan, hal ini tak menjadi penghalang bagi Ibnu Taimiah untuk mendalami dan mengembangkan pendapat-pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal dalam bidang fiqh maupun kepercayaan. sehingga beliau digolongkan pada golongan Hanabilah bersama muridnya yang setia yaitu Ibnu Qayyim.
Oleh sebab beda golongan inilah kemudian Ibnu Taimiah menjadi sorotan di lingkungan setempatnya ketika beliau tak sependapat dengan pendapat orang banyak, baik dalam hal pemerintahan maupun dalam hal hokum keagamaan. Sehingga tidak heran jika beliau menjadi musuh pemerintah pada masa itu dan hal ini membuat dirinya sering berpindah-pindah penjara.
Penangkapan terakhirnya terjadi ketika beliah berpendapat bahwa ziarah ke kubur nabi-nabi dan orang-orang saleh tidak wajib, bahkan tidak dibenarkan oleh agama. Karena pendapatnya iniliah beliau dipenjarakan disebuah benteng di Damsyik dan dipenjara ini pula beliau menghembuskan nafas trakhirnya.[8]

Sistem Pemikiran Salaf
Ibnu Taimiah membagi metode ulama-ulama islam dalam bidang Aqidah menjadi 4, yaitu:
a.       Aliran Filsafat
Aliran yang mengatakan bahwa Al-Qur’an berisi dalil “Khatabi” dan “Iqnal” (dalil pemenang dan pemuas hati, bukan pemuas pikiran) yang sesuai untuk orang banyak.
b.      Aliran Mu’tazilah
Bagi Ibnu Taimiah Aliran ini adalah aliran yang menggunakan metode Akal Pikiran, dan dalil Al-Qur’an, namun Aliran ini lebih mengedepankan Akal yang rasional  daripada Al-Qur’an.
c.       Aliran Maturidiah
Aliran ini dikatakan oleh Ibnu Taimiah sebagai aliran yang menganggap dalil Al-qur’an sebagai dalil yang menjadi kabar berita saja bukan sebagai pangkal penyelidikan.
d.      Aliran Asy’ariah
Yaitu golongan yang menggunakan keduanya, yaitu dalil Al-Qur’an dan Akal pikiran.
Disini dijelaskan, bahwa Aliran Salaf berbeda dengan metode ke-empat golongan tersebut. Dimana bagi Ibnu Taimiah, Aliran Salaf hanya percaya pada aqidah-aqidah dan dalil-dalil yang ditunjukkan oleh nas, Aliran Salaf tidak percaya pada metode logika rasional yang asing bagi Islam.
Aqidah
Aliran Salaf mengakui ke-Esa-an Tuhan, mereka berusaha untuk mensucikan Tuhan dari segala sesuatu yang menyerupai-Nya tanpa menghilangkan sifat-sifat yang dimiliki-Nya. Tuhan tetap mempunyai beberapa sifat dan nama tanpa mempermasalahkan lebih jauh. Begitu pula tentang keyakinan sepenuhnya terhadap kerasulan Muhammad saw dan syafa’atnya bagi orang-orang yang beriman dikemudian hari. Selanjutnya mereka juga meyakini adanya hari kebangkitan sebagaimana yang diberitahukan oleh Al Qur’an dan hadis-hadis Nabi tanpa mempertanyakan lebih jauh. Begitu pula terhadap rukun Iman yang lain, mereka yakini sepenuhnya.
Ilmu
1. Orang-orang Salaf hanya mempelajari dan mengamalkan ilmu yang bermanfaat
2. Menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan yang memberi mudharat yang tidak ada sumbernya dari Al Qur’an dan Sunnah
3. Mereka hanya menunjukkan ilmu yang bersumber dari al Qur’an dan Hadis
4. Mereka menghindari mempersoalkan masalah qadar, menurut mereka hanya ada tiga macam ilmu yaitu: Al Qur’an, hadis dan apa yang telah disepakati oleh orang-orang Islam.

Ide-ide Gerakan Salafi Modern

1. Hajr Mubtadi’ (Pengisoliran terhadap pelaku bid’ah)
2. Sikap terhadap politik (parlemen dan pemilu).
Muhammad As-Sewed:
-          Pemilu adalah sebuah upaya menyekutukan Allah (syirik) karena menetapkan aturan berdasarkan suara terbanyak (rakyat), padahal yang berhak untuk itu hanya Allah.
-          Apa yang disepakati suara terbanyak itulah yang dianggap sah, meskipun bertentangan dengan agama atau aturan Allah dan Rasul-Nya.
-          Pemilu adalah tuduhan tidak langsung kepada islam bahwa ia tidak mampu menciptakan masyarakat yang adil sehingga membutuhkan sistem lain.
-          Partai-partai Islam tidak punya pilihan selain mengikuti aturan yang ada, meskipun aturan itu bertentangan dengan Islam.
-          Dalam pemilu terdapat prinsip jahannamiyah, yaitu menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan-tujuan politis, dan sangat sedikit yang selamat dari itu.
-          Pemilu berpotensi besar menanamkan fanatisme jahiliah terhadap partai-partai yang ada.

3. Sikap terhadap gerakan Islam yang lain.

Baik Salafi Yamani maupun Haraki, sikap keduanya terhadap gerakan Islam lain sangat
dipengaruhi oleh pandangan mereka dalam penerapan hajr al-mubtadi’. Sehingga tidak mengherankan dalam poin inipun mereka berbeda pandangan. Jika Salafi Haraki cenderung ‘moderat’ dalam menyikapi gerakan lain, maka Salafi Yamani dikenal sangat ekstrim bahkan seringkali tanpa kompromi sama sekali.



Penutup

Pokok ajaran dari ideologi dasar Salafi adalah: bahwa Islam telah sempurna dan sudah selesai pada masa Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya, oleh karena itu tidak dikehendaki inovasi yang telah ditambahkan pada abad sekarang atau nanti, baik material atau oleh pengaruh budaya.

Tentu saja penilayan berada pada masing-masing individu, sebab baik dan buruk itu trgantung bagaimana kita “melihat”. Menerima semua kalangan tak ada salahnya, asal sesuai dengan garis beras hokum. Dalam hal ini yaitu hokum islam, begitu pula aliran salafi, apa yang mereka yakini tidak akan bisa kita pahami, seperti kata teman saya “kalo udah masalah hati tidak bisa diganggu gugat”. Saya kira semua orang begitu. Dan akhirnya saya pribadi mengharap agar tulisan ini bisa menjadi isnspirasi bagi pembaca.




[1] Pengantar Teologi islam, A. Hanafi, M.A, hal: 175
[2] Ibid
[3] www.freelists.org/archives/Salafi/12-2003/msg00017.html
[4] Salafiyyah
[5] Ghazali And The Poetics Of Imagination, karya Ebrahim Moosa
[6] Pengantar Teologi islam, A. Hanafi, M.A, Pustaka Al-Husna Baru. 2003
[7] Ibid
[8] Pengantar Teologi islam, A. Hanafi, M.A, Pustaka Al-Husna Baru. 2003

NEOPLATONISME


NEOPLATONISME

Awalan

Barangkali Plotinus-lah yang menjadi pemula pada abad pertengahan dengan membawa paham neoplatonismenya, dan plotinuslah yang meng-akhiri kejayaan filsafat yunani. Plotinus (204-270) adalah filsuf yang konon sebagai pencetus teori penciptaan alam semesta. Ia yang me-mikir teori emanasi yang terkenal itu. Teori tersebut merupakan tanggapan plotinus terhadap pertanyaan thales yang hidup kira-kira delapan abad sebelum dirinya, thales pada masa itu terpikir tentang apa bahan alam semesta ini?. Plotinus menjawab: bahannya adalah Tuhan.
Plotinos lahir pada tahun 204 M di Lykopolis di Mesir. Pada tahun 232 M ia pergi ke Alexandria untuk belajar filsafat pada Animonius Saccas selama 11 tahun. Pada usia 40 tahun ia pergi ke Roma dan meninggal di Minturnea pada 270 M di Minturnae, Campania, Italia. Plotinos mulai menulis pada usia 50 tahun dan karya-karyanya banyak terinspirasi pada filsafat Plato, terutama tentang ide tertinggi. Oleh sebab itu filsafat Plotinos ber-bau platonian yang kemudian disebut Platonisme.
Mungkin begitu sedikit tentang plotinus, sebab dalam makalah ini akan focus pada pemikirannya yang menjadi reprentasi dari jawaban plotinus diatas, yang kemudian dikenal dengan “yang Esa”.

Pengertian Neoplatonisme
Neoplatonisme terdiri dari kata Neo, Plato dan Isme. Kata Neo memiliki arti baru, sedangkan Plato merujuk pada tokoh filsuf yunani yakni plato yang dikenal dengan konsep realitas idea dalam teori filsafatnya, dan Isme memiliki arti faham atau aliran. Jadi aliran ini bertujuan menghidupkan kembali filsafatnya Plato. Namun nyatanya neoplatonisme merupakan sintesa dari semua aliran filsafat sampai saat itu, seperti aristotelianisme dan lainnya, bedanya Plato diberi tempat lebih tinggi diantara yang lain.
Seperti disebutkan tadi pada pendahuluan, bahwa sistem filsafatnya Plotinus berkisar pada konsep tentang kesatuan yang disebutnya dengan nama “Yang Esa”, dan semua yang ada berhasrat untuk kembali kepada “Yang Esa”.[1]dalam hal ini kemudian dikatan ada dua kecenderungan tentang yang “ada” menurut plotinus, yaitu: Dialektika menurun dan Dialektika menaik.
Banyak hal sebenarnya yang menjadi pokok pikirannya, diantaranya yaitu:
-          Emanasi: yang Esa bersifat sempurna, darinya keluar menjadi segala-galanya.
-          Tahap- tahap wujut: Yang Esa-Akal-Jiwa kemeduian Materi.

Pengaruh Neoplatonisme terhadap Filsafat Islam
Tidak dipungkiri lagi, Sumber  filsafat Islam adalah ajaran Islam itu sendiri,  sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah. Meskipun banyak mengandung unsur-unsur dari luar, seperti Helinisme yang marak pada masa perkembangannya.
Diantara sebab-sebab masuknya unsur-unsur filsafat yunani masuk kedalam filsafat islam itu disebabkan oleh Neoplatonisme yang cukup kuat masa itu. Hal ini terjadi ketika orang-orang Muslim menerjemahkan tulisan-tulisan dalam bahasa Suryani yang disalin ke bahasa Arab, sehingga secar tidak langsung, orang-orang muslim ter-warisi paham Neoplatonisme.
Pengaruh Neoplatonisme dalam dunia pemikiran Islam ini kemudian yang menyebabkan munculnya berbagai paham Tasauf , misalnya Ibn Sina dan lainnya. Oleh sebab neoplatonisme juga kemudian bermunculan aliran-aliran seperti Peripatetik,  Iluminasi dan lainnya.

Penutup
Sejarah Proses penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan
India hanya salah satu pintu dialog peradaban masa itu, sementara tanpa proses
reproduksi, penerjemahan hanya menjadi tumpukan karya yang sudah
dialihbahasakan belaka.
Neoplatonisme, penerjemah, merupakan gerbang atas kemunculan dari filsafat islam yang sampai pada masa sekarang, terimakasih.


[1]www. neoplatonisme.htm

20 Feb 2012

JACQUES DERRIDA


 JACQUES DERRIDA

Pendahuluan
            Seperti biasa, seorang filosof melengkapi kisah hidupnya dengan penuh kontroversi. Begitu juga halnya dengan Derrida, filosof perancis yang terkenal dengan “Dekontruksi”nya ini cukup bisa memancing emosi yang cukup kuat dikalangan orang-orang yang pernah membaca pemikirannya, ataupun terhadap orang yang hanya mendengar perihal Dekontruksinya. Bagaimana tidak, jika dikatan bahwa dekontruksi merupakan metode yang bukan metode, dan dikatakan bahwa dekontruksi merupakan metode taktis yang dalam prosesnya bisa membongkar tulisan dan mengurai kembali tulisan yang sudah mapan.
            Tak luput dari kritiknya adalah modernisme, sehingga derrida bisa dikatakan merupakan salah satu orang yang menjadi pengantar dari modernisme ke- postmodernisme. Ini jelas terlihat dari sikapnya yang begitu semangat menyerang metafisika modernisme atau logosentrisme yang menjadi ciri atau corak pemikiran di era modernisme.
            Begitulah kiranya derrida, kritiknya yang begitu tajam sampai kepada ranah epistemologi modern, hingga bagaimana dia mengkritik metafisika kehadiran, lalu kritiknya terhadap logosentrisme. Melalui dekontruksinya, kita akan mencoba mengulas lebih lebar beberapa pandangan dan pemikirannya di halaman-halaman berikutnya.
Bigrafi
            Jacques Derrida adalah seorang yahudi Aljazair, lahir pada tanggal 15 Juli 1930 di El- Biar, salah satu wilayah terpencil di Aljazair.[1] Dan kemudian pindah ke Perancis untuk melanjutkan studinya pada tahun 1949, setelah dua tahun kemudian ia pulang ke kampung halamannya di Al-Jazair guna memenuhi kewajiban militernya. Baru kemudian pada 1952 derrida kembali ke perancis dan resmi belajar di ENS (Ecole Normal Superiuere). Derrida kemudian melanjutkan studinya di Husserl Archive, setelah sarjana ia mengajar di pusat kajian fenomenologi itu.
            Beberapa karyanya dalam bidang kefilsafatan diantaranya yaitu, sebuah manuskrip yang berjudul The Problem Of Genesis in Husserl’s Phenomenology, kemudian Of Grammatology (buku yang konon menjadi karya derrida yang begitu terkenal), Writing and Difference, dan Speech and Phenomena yang diterbitkannya Pada 1967, dan beberapa karya lainnyanya yang kebanyakan merupakan komentar atas pemikir-pemikir yang kemudian mempengaruhinya.
            Diantara para pemikir yang mempengaruhinya yaitu Heidegger, Nietzsche, Adorno, Levinas, Husserl, Freud, dan Saussure. Seperti yang dikatakan derrida bahwa pemikirannya sangat berutang budi kepada para pemikir diatas.[2]

Cukup sulit mengetahui secara detil biografi filosof yang wafat pada 8 oktober 2004 di Perancis ini, seperti yang derrida katakan. “Haruskah seorang filsuf menulis biografi?[3]” oleh sebab derrida tidak pernah menulis biografi tentang dirinya, maka tak ada yang lebih penting untuk dibahas dari sosok derrida selain pemikirannya, yakni Dekontruksi.
Derrida dan Pemikirannya
            Untuk memahami pemikiran derrida, setidaknya kita pahami dulu latar belakang pemikiran dan kritik-kritiknya. Seperti para filosof atau pemikir lainnya, corak pemikiran seorang filosof tidak akan bisa lepas dari ruang lingkup kehidupan atau orang yang dekat dengan dirinya, begitu halnya dengan derrida. Derrida mengakui sendiri bahwa dirinya terpengaruh oleh pemikiran Heidegger dalam hal mengkritik filsafat barat, ini terlihat dari kesepakatannya dengan Heidegger yang mengkritik filsafat barat yang hanya sibuk membicarakan dan memikirkan tentang benda yang ada sehingga lupa terhadap “ada” itu sendiri.
            Searah dengan Heidegger, Derrida juga mengajukan kritiknya terhadap pemikiran barat yang tradisional namun lebih radikal. Baginya pemikiran barat tradisional hanya sibuk dengan prinsip-prinsip yang menghasilkan istillah-istilah sebegitu banyaknya. Menurut derrida, pemikiran barat sangat dipengaruhi oleh metafisika kehadiran atau logosentrisme, dimana konsep atau teori dianggap telah mampu mengungkap atau menghadirkan being, mereka beranggapan, dengan berhasil menjelaskan konsep-konsep tersebut, maka mereka telah menguasai realitas. Padahal bagi derrida, tidak cukup sebatas itu. Sebab baginya, teks, kata, atau konsep tidak bisa menghadirkan “ada”. Semua itu hanya sebuah jejak atau bekas dari “ada”. Sebagaimana “bekas” (trace), ia akan hilang apabila datang bekas baru.
             Hal ini pula yang meresahkan derrida, bentuk pemikiran barat yang ia sebut dengan logosentrisme, dimana logosentrisme telah menjangkiti filsafat barat pada masa itu. Logosentrisme merupakan paham yang mengimpikan adanya kebenaran tunggal, sesuatu yang transenden yang ada diluar teks. Sesuatu yang berdiri di luar dan bersifat ilahiyah. Hal inilah bagi derrida yang membentuk sistem metafisika barat yang berbasis pada kehadiran seperti yang telah dijelaskan tadi diatas.
            Seperti yang dinyatakan derrida bahwa “tidak ada apa-apa diluar teks”, baginya teks seharusnya dipahami sebagaimana teks itu sendiri, sehingga tidak ada pengurungan terhadap makna yang terkandung didalam teks. Derrida memberikan kebebasan dalam memaknai sebuah teks, sebab kebenaran bagi derrida tidak bersifat monoton seperti yang kita pahami selama ini, yakni teks hanya sebatas pemahaman dominan saja. Padahal bagi derrida, masih ada makna atau kebenaran yang sering atau sengaja dihilangkan dari memahami sebuah teks. Selama ini, kebenaran atau pemaknaan terhadap teks hanya tergantung kepada kepentingan si pengarang atau si pembaca teks. Sehingga baginya hal ini cukup berbahaya.
Dekontruksi
            Dekontruksi derrida merupakan metode yang katanya melampau metode itu sendiri, oleh sebab dekontruksi merupakan anti metode, mungkin oleh sebab itu pula derrida tidak pernah merincikan tentang pemikirannya ini. Meskipun begitu, dekontruksi derrida masih bisa dicerna melalui beberapa karyanya, sebab teori ini tidak didefinisikan melainkan menyerupai proses yang ada dalam teks itu sendiri.
            Dekontruksi tidak dapat diharapkan menjadi sebuah alat untuk mencapai sebuah penafsiran tertentu, sebab dekontruksi hanya permainan terhadap kata-kata atau dekontruksi adalah sebuah istilah dalam mempertanyakan kembali suatu teks dengan menunda pemahaman awal guna mencari sebuah pemahaman yang tersembunyi yang lebih luas.
            Gampangnya, dekontruksi berkeinginan membongkan sebuah dominasi teks atau bahasa dan sebagainya, pembongkaran ini menusuk hingga ranah epistemologinya, masuk kedalam hal-hal yang bersifat dasar atau pondasi, pusat dan kemudian dibalik menjadi pinggir, begitulah dekontruksi. Sebuah permainan serius yang digagas oleh derrida dalam membongkar epistemologi barat.
            Kira-kira seperti itu pandangan tentang dekontruksi, dimana pada prosesnya, dekontruksi membongkar sebuah teks, dan membaginya menjadi kalimat-kalimat semula yang lebih bersifat  metaforis agar menemukan karakternya semulai sebagaimana adanya. Sebaba bagi derrida, teks atau bahasa bersifat polisemi dan ambigu, jika sebuah bahasa atau teks sudah berada pada posisinya semula, yaitu bersifat polisemi dan ambigu. Maka filsafat tidak punya alasan lagi bernegosiasi dalam mencari kebenaran.
Kesimpulan
            Pemikiran derrida bagaimanapun juga bukanlah sesuatu yang mudah untuk dipahami, seperti halnya dekontruksi yang ia gagas. Derrida beranggapan bahwa metafisika dan epistemologi barat selama ini di dominasi oleh logosentrisme dan metafisika kehadiran. Hal ini akan bahaya bagi filsafat sebab akan berdampak terhadap pemikiran yang dualis dan kaku. Dengan tawaran dekontruksinya, derrida berpikiran akan menghasilkan kebenaran yang plural, unik dan relatif. Namun bagi penulis sendiri, gagasan derrida ini seakan-akan mengarah pada satu hal, yakni nihilisme, terlepas dari itu semua. Tetap saja pembaca akan bisa medekontruksi semua anggapan yang saya pahami dalam makalah ini, selamat diskusi.



[1] Diambil dari wikipedia
[2] Muhammad Al-Fayyadl, Derrida, Lkis 2005.
[3] Muhammad Al-Fayyadl, Derrida, Lkis 2005.