MENGENAL ALIRAN SALAF
*Disusun untuk tugas
matakuliah Ilmu Kalam Modern
Jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran
Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2011-2012
Pendahuluan
Gerakan Islam Modern dewasa ini berkembang bak semboyan bangsa Indonesia,
yakni berbeda-beda namun tetap satu jua. Bermacam aliran tapi islam juga. Dari
yang samar bahkan pada aliran yang paling ekstrim. Saking banyaknya, membuat banyak
orang bingung memilah, mana yang A, dan mana yang B. tidak heran jika banyak
orang kadang memvonis aliran A (misalnya) sesat, dan yang B tentu tidak jauh
beda. Seperti Aliran yang satu ini. Salaf.
Aliran
salaf atau Salafi, termasuk aliran dalam islam yang paling banyak dan paling
gencar memvonis aliran lain salah dan dirinyalah yang paling benar. Salafi
meyakini bahwa merekalah yang disebut-sebut dalam hadits Nabi sebagai golongan
yang selamat sedangkan 72 golongan lainnya kelompok sesat dan bid‟ah.( Baca Mengenal salafi dari 2 sisi Ust. Abu rifa’ al puari “memahami karakter salafi”). Jika kita lihat dialog antar
aliran, khususnya Aliran Salaf. Maka pembaca akan disuguhi sebuat dunia dimana
ayat Al-Qur’an dan hadist menjadi sebuah senjata untuk saling membunuh
sesamanya.
Dalam tulisan ini saya
akan sedikit menyinggung tentang ideology atau corak pikir dari Aliran Salafi,
sebab keinginan dari tulisan ini agar bisa menyesuaikan dengan tujuan untuk apa
tulisan ini dibuat. Yakni mendalami Ilmu Kalam Modern khususnya di Indonesia.
Dalam tulisan ini juga saya banyak sekali mengutip dari beberapa karya tokoh
yang tentunya lebih jelas membahas tentang apa itu Aliran Salaf. Oleh sebab
minimnya referensi, maka patokan utama dalam makalah ini saya dapat dari
Google, harap maklum.
Apa
Itu Aliran Salaf?
Aliran salaf muncul pada
abad keempat hijriah yang terdiri dari orang-orang Hanabilah yang berpedoman
pada pendapat-pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.[1]
Menuru orang-orang Hanabilah, Imam Ahmad bin Hanbal telah menghidupkan dan
mempertahankan pendapat-pendapat daru ulama’ salaf sehingga dari motif inilah
orang-orang hanbilah menamakan dirinya sebagai “Aliran Salaf”.[2]
Sedangkan devinisi dari
salaf itu sendiri dewasa ini mempunyai banyak makna seperti yang saya kutip
dari beberapa sumber dibawah ini.
-
Salafi atau
Salafiyah. secara bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau hidup
sebelum zaman kita.[3]
-
Salaf artinya terdahulu dan Ahlu Salaf
adalah orang-orang yang terdahulu[4]
-
Istilah aliran Salaf, sering dinisbatkan
kepada para pengikut Ibnu Taimiyah
-
Salafy adalah sebuah gerakan paham
politik Islamisme yg mengambil leluhur (salaf) dari patristik masa awal Islam sebagai
paham dasar.[5]
-
Adapun makna al-Salaf secara
terminologis yang dimaksud di sini adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah
penjelasan Rasulullah saw dalam haditsnya:
“Sebaik-baik
manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang mengikuti mereka, kemudian
yang mengikuti mereka...” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sejarah Perkembangan Salafy
Awal mula munculnya aliran-aliran dalam islam tentu dimulai
ketika umat islam kehilangan nabi tercinta yaitu Muhammad SAW. Para sahabat
layaknya akar yang menjadi awal mula munculnya batang. Begitulah mulanya aliran
Salafy, bedanya pada Periode ini (Sahabat) belum ada yang namanya “Aliran
Salaf” karena secara umum saat itu para Sahabat memiliki manhaj dan
karakteristik yang masih “original” sesuai dengan masa kenabian, terutama dalam
bidang akidah dan teologi (ilmu kalam).
Aliran salaf muncul pada masa Imam
Ahmad bin Hanbal ( 164 H – 261 H) seperti yang saya sebutkan tadi di atas, baru
pada abad ke kedua belas hijriah Aliran Salaf mendapat kekuatan baru dengan
munculnya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab di Saudi Arabia, yang kemudian
pendapat-pendapatnya disebut sebagai “Aliran Wahabiah”.[6]
Ibnu Taimiah
Kemunculan Aliran salaf tentunya tidak bisa lepas dari
pengaruh Ibnu Taimiah, ulama’ yang mempunyai nama lengkap Taqijuddin Ahmad bin
Abdilhalim bin Taimiah, Lahir di Irak tepatnya di Harran pada tahun 661 H. saat
ibnu taimiah berusia 7 tahun, beliau pindah bersama ayahnya ke tempat yang
terkenal memiliki banyak ulama’ yaitu kota Damsyik, di kota inilah kemudian
beliau belajar banyak ilmu terutama pada ayahnya sendiri. Sehingga pada usia 21
tahun beliau sudah mulai mengarang dan mengajar.
Ketokohannya mulai tampak kemasyarakat ketika Ibnu Taimiah
berangkat haji pada tahun 691 H. sebab sepulang dari haji beliau sudah terkenal
dengan ilmu dan amalnya, Ibnu Taimiah juga merupakan ulama’ yang tegas dalam
menegakkan kebenaran, hal ini membuat dirinya disandangi gelar “Muhjis Sunnah”
(Pembangun/penghidup Assunnah).[7]
Ibnu Taimiah yang hidup di lingkungan para golongan Buwaihi,
yakni golongan yang menganut Aliran Syafi’i dalam Fiqh dan Aliran Asy’ari dalam
bidang kepercayaan, hal ini tak menjadi penghalang bagi Ibnu Taimiah untuk
mendalami dan mengembangkan pendapat-pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal dalam
bidang fiqh maupun kepercayaan. sehingga beliau digolongkan pada golongan
Hanabilah bersama muridnya yang setia yaitu Ibnu Qayyim.
Oleh sebab beda golongan inilah kemudian Ibnu Taimiah
menjadi sorotan di lingkungan setempatnya ketika beliau tak sependapat dengan
pendapat orang banyak, baik dalam hal pemerintahan maupun dalam hal hokum
keagamaan. Sehingga tidak heran jika beliau menjadi musuh pemerintah pada masa
itu dan hal ini membuat dirinya sering berpindah-pindah penjara.
Penangkapan terakhirnya terjadi ketika beliah berpendapat
bahwa ziarah ke kubur nabi-nabi dan orang-orang saleh tidak wajib, bahkan tidak
dibenarkan oleh agama. Karena pendapatnya iniliah beliau dipenjarakan disebuah
benteng di Damsyik dan dipenjara ini pula beliau menghembuskan nafas
trakhirnya.[8]
Sistem Pemikiran Salaf
Ibnu Taimiah
membagi metode ulama-ulama islam dalam bidang Aqidah menjadi 4, yaitu:
a. Aliran
Filsafat
Aliran yang mengatakan
bahwa Al-Qur’an berisi dalil “Khatabi” dan “Iqnal” (dalil pemenang dan pemuas
hati, bukan pemuas pikiran) yang sesuai untuk orang banyak.
b. Aliran
Mu’tazilah
Bagi Ibnu
Taimiah Aliran ini adalah aliran yang menggunakan metode Akal Pikiran, dan
dalil Al-Qur’an, namun Aliran ini lebih mengedepankan Akal yang rasional daripada Al-Qur’an.
c. Aliran
Maturidiah
Aliran ini
dikatakan oleh Ibnu Taimiah sebagai aliran yang menganggap dalil Al-qur’an
sebagai dalil yang menjadi kabar berita saja bukan sebagai pangkal
penyelidikan.
d. Aliran
Asy’ariah
Yaitu golongan
yang menggunakan keduanya, yaitu dalil Al-Qur’an dan Akal pikiran.
Disini
dijelaskan, bahwa Aliran Salaf berbeda dengan metode ke-empat golongan
tersebut. Dimana bagi Ibnu Taimiah, Aliran Salaf hanya percaya pada
aqidah-aqidah dan dalil-dalil yang ditunjukkan oleh nas, Aliran Salaf tidak
percaya pada metode logika rasional yang asing bagi Islam.
Aqidah
Aliran Salaf
mengakui ke-Esa-an Tuhan, mereka berusaha untuk mensucikan Tuhan dari segala
sesuatu yang menyerupai-Nya tanpa menghilangkan sifat-sifat yang dimiliki-Nya.
Tuhan tetap mempunyai beberapa sifat dan nama tanpa mempermasalahkan lebih
jauh. Begitu pula tentang keyakinan sepenuhnya terhadap kerasulan Muhammad saw
dan syafa’atnya bagi orang-orang yang beriman dikemudian hari. Selanjutnya
mereka juga meyakini adanya hari kebangkitan sebagaimana yang diberitahukan
oleh Al Qur’an dan hadis-hadis Nabi tanpa mempertanyakan lebih jauh. Begitu
pula terhadap rukun Iman yang lain, mereka yakini sepenuhnya.
Ilmu
1.
Orang-orang Salaf hanya mempelajari dan mengamalkan ilmu yang bermanfaat
2. Menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan yang memberi mudharat yang tidak ada sumbernya dari Al Qur’an dan Sunnah
2. Menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan yang memberi mudharat yang tidak ada sumbernya dari Al Qur’an dan Sunnah
3.
Mereka hanya menunjukkan ilmu yang bersumber dari al Qur’an dan Hadis
4. Mereka menghindari mempersoalkan masalah qadar, menurut mereka hanya ada tiga macam ilmu yaitu: Al Qur’an, hadis dan apa yang telah disepakati oleh orang-orang Islam.
4. Mereka menghindari mempersoalkan masalah qadar, menurut mereka hanya ada tiga macam ilmu yaitu: Al Qur’an, hadis dan apa yang telah disepakati oleh orang-orang Islam.
Ide-ide
Gerakan Salafi Modern
1.
Hajr Mubtadi’ (Pengisoliran terhadap pelaku bid’ah)
2.
Sikap terhadap politik (parlemen dan pemilu).
Muhammad
As-Sewed:
-
Pemilu adalah sebuah upaya menyekutukan
Allah (syirik) karena menetapkan aturan berdasarkan suara terbanyak (rakyat),
padahal yang berhak untuk itu hanya Allah.
-
Apa yang disepakati suara terbanyak
itulah yang dianggap sah, meskipun bertentangan dengan agama atau aturan Allah
dan Rasul-Nya.
-
Pemilu adalah tuduhan tidak langsung
kepada islam bahwa ia tidak mampu menciptakan masyarakat yang adil sehingga
membutuhkan sistem lain.
-
Partai-partai Islam tidak punya pilihan
selain mengikuti aturan yang ada, meskipun aturan itu bertentangan dengan
Islam.
-
Dalam pemilu terdapat prinsip jahannamiyah,
yaitu menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan-tujuan politis, dan
sangat sedikit yang selamat dari itu.
-
Pemilu berpotensi besar menanamkan
fanatisme jahiliah terhadap partai-partai yang ada.
3.
Sikap terhadap gerakan Islam yang lain.
Baik
Salafi Yamani maupun Haraki, sikap keduanya terhadap gerakan Islam lain sangat
dipengaruhi
oleh pandangan mereka dalam penerapan hajr al-mubtadi’. Sehingga tidak
mengherankan dalam poin inipun mereka berbeda pandangan. Jika Salafi Haraki
cenderung ‘moderat’ dalam menyikapi gerakan lain, maka Salafi Yamani dikenal sangat
ekstrim bahkan seringkali tanpa kompromi sama sekali.
Penutup
Pokok ajaran dari ideologi dasar Salafi adalah:
bahwa Islam telah sempurna dan sudah selesai pada masa Nabi Muhammad SAW dan
sahabat-sahabatnya, oleh karena itu tidak dikehendaki inovasi yang telah
ditambahkan pada abad sekarang atau nanti, baik material atau oleh pengaruh
budaya.
Tentu saja penilayan berada pada
masing-masing individu, sebab baik dan buruk itu trgantung bagaimana kita
“melihat”. Menerima semua kalangan tak ada salahnya, asal sesuai dengan garis
beras hokum. Dalam hal ini yaitu hokum islam, begitu pula aliran salafi, apa
yang mereka yakini tidak akan bisa kita pahami, seperti kata teman saya “kalo
udah masalah hati tidak bisa diganggu gugat”. Saya kira semua orang begitu. Dan
akhirnya saya pribadi mengharap agar tulisan ini bisa menjadi isnspirasi bagi
pembaca.
[1] Pengantar Teologi islam, A. Hanafi, M.A,
hal: 175
[2]
Ibid
[3] www.freelists.org/archives/Salafi/12-2003/msg00017.html
[4] Salafiyyah
[5] Ghazali And The Poetics Of Imagination, karya Ebrahim Moosa
[6] Pengantar Teologi islam, A. Hanafi, M.A,
Pustaka Al-Husna Baru. 2003
[7]
Ibid
[8] Pengantar Teologi islam, A. Hanafi, M.A,
Pustaka Al-Husna Baru. 2003