Forum Muslim Tanpa Nama Islam
(Ditulis oleh Agus Sunyoto II pada 18 Maret 2011 pukul 21:35)
Suatu sore, tiga orang aktivis muda, Bambang, Totok dan Khoirul menghadap Guru Sufi . Mereka meminta restu sekaligus barokah doa untuk membentuk forum persaudaraan muslim yang dinamai FORUM SOLIDARITAS ISLAM, yang bertujuan menggalang solidaritas kaum muslimin dalam menghadapi gelombang globalisasi yang akan menghilangkan identitas etnis, budaya, bahasa, agama, bahkan teritorial negara. Namun jauh dari harapan mereka bertiga, Guru Sufi justru tidak sepakat dengan penyertaan nama ISLAM dari forum itu. Guru Sufi menyarankan, agar mereka mencari nama lain yang representatif mewakili Keislaman.
Curiga ada agenda tersembunyi di balik penolakan Guru Sufi terhadap nama Islam, Totok menyoal latar ditolaknya sebutan Islam dalam menamai forum. “Apakah penolakan Mbah Kyai tidak berkaitan dengan Islamophobia?” tanya Totok minta penegasan, yang disusul pertanyaan Bambang dan Khoirul,”Kami hanya mohon penjelasan, Mbah Kyai, untuk memberi alasan kepada teman-teman jika mereka nanti bertanya tentang digantikannya nama Islam pada forum ini.”
Dengan sabar Guru Sufi balik bertanya,”Apakah kalian bertiga sudah membaca buku yang ditulis Samuel P. Huntington yang berjudul The Clash of Civilizations And The Remaking of World Order?”
“Belum Mbah Kyai,” sahut Bambang dan Totok, tetapi Khoirul mengaku sudah membacanya.
“Apakah kalian bertiga sudah mengetahui sosio-psiko linguistik masyarakat Indonesia, baik dari membaca teori maupun dengan meneliti langsung realita di lapangan?” tanya Guru Sufi lagi.
“Kami belum mengetahuinya. Mbah Kyai,” sahut Bambang dan Totok heran,”Dan apa hubungan semua itu dengan nama Islam bagi forum yang akan kami bentuk?”
“Jika Mas Khoirul sudah membaca tulisan Huntington, pasti akan bisa menyimpulkan adanya skenario global untuk menciptakan panggung konflik di era global pasca runtuhnya komunisme dunia. Maksudnya, di era global sekarang ini konflik yang terjadi bukan lagi antara golongan proletar yang diwakili komunis dan golongan borjuis yang diwakili kapitalis, melainkan konflik antara Islam dengan Kristen di satu pihak dan dengan Konghucu di lain pihak. Nah, dengan menangkap makna di balik skenario global yang dilancarkan sejak dasawarsa 1990-an, Islam sudah diposisikan sebagai common enemy bagi seluruh bangsa di dunia,” papar Guru Sufi.
“Jadi, kalau kita memakai nama Islam untuk aktivitas ke luar, sama artinya dengan memberi dukungan bagi skenario Huntington itu Mbah Kyai?” tanya Khoirul ingin penjelasan.
“Ya sudah pasti seperti itu.”
“Lalu alasan sosio-psiko linguistik untuk tidak menggunakan nama ISLAM itu dasarnya apa?” tanya Bambang, Totok dan Khoirul berbarengan.
“Bangsa kita adalah bangsa maritim yang punya sejarah panjang dalam proses menciptakan kosa kata beserta asumsi makna yang menyertainya. Dan sejauh yang aku ketahui, kosa kata yang berakhiran AM, cenderung dimaknai secara negatif sebagai sesuatu yang menakutkan,” kata Guru Sufi menjelaskan.
“Contohnya apa Mbah Kyai?” tanya Khoirul penasaran.
“Coba kalian deretkan kosa-kosa kata : SelAM, dalAm, karAM, tenggelAM, rendAM, hitAM, malAM, kelAM, surAM, murAM, kusAM, burAM, serAM, kejAM, curAM, tajAM, silAM, dendAM, gendAM, jerAM, pendAM, kecAM, lebAM, jerAM, tikAM, ancAM, hantAM, gerAM, makAM, jahanAM, dan banyak lagi,” kata Guru Sufi memberi contoh,”Termasuk dengan kata-kata Islam yang sudah terlanjur membentuk asumsi konotatif yang menakutkan bagi masyarakat bangsa kita seperti: Darul Islam/ Tentara Islam (DI/TII), Negara Islam (NII), Brigade Pembela Islam, Forum Masyarakat Islam, dan lain-lain.”
“Tapi Mbah Kyai,” kata Totok menyela,”Niat kami baik.”
“Aku tahu maksud kalian baik,” kata Guru Sufi,”Ingin menunjukkan identitas Islam di tengah arus globalisasi. Tetapi aku melihat potensi, forum solidaritas yang akan kalian bentuk itu potensial menimbulkan kekerasan dalam mengatasi masalah. Itu sebabnya, aku kurang sepakat. Tapi kalau forum itu untuk kegiatan sosial seperti pendidikan, panti asuhan, panti wredha yang tidak memungkinkan bagi terjadinya kekerasan, tidak masalah kalian menggunakan nama Islam. Soalnya, sekarang ini orang bicara tentang HAM saja sudah potensial untuk menghadapi kekerasan sampai dikirimi bom. Soalnya, HAM itu kosa kata yang berakhiran AM.”
Sumber Asli https://www.facebook.com/notes/agus-sunyoto-ii/forum-muslim-tanpa-nama-islam/118876994853353
Curiga ada agenda tersembunyi di balik penolakan Guru Sufi terhadap nama Islam, Totok menyoal latar ditolaknya sebutan Islam dalam menamai forum. “Apakah penolakan Mbah Kyai tidak berkaitan dengan Islamophobia?” tanya Totok minta penegasan, yang disusul pertanyaan Bambang dan Khoirul,”Kami hanya mohon penjelasan, Mbah Kyai, untuk memberi alasan kepada teman-teman jika mereka nanti bertanya tentang digantikannya nama Islam pada forum ini.”
Dengan sabar Guru Sufi balik bertanya,”Apakah kalian bertiga sudah membaca buku yang ditulis Samuel P. Huntington yang berjudul The Clash of Civilizations And The Remaking of World Order?”
“Belum Mbah Kyai,” sahut Bambang dan Totok, tetapi Khoirul mengaku sudah membacanya.
“Apakah kalian bertiga sudah mengetahui sosio-psiko linguistik masyarakat Indonesia, baik dari membaca teori maupun dengan meneliti langsung realita di lapangan?” tanya Guru Sufi lagi.
“Kami belum mengetahuinya. Mbah Kyai,” sahut Bambang dan Totok heran,”Dan apa hubungan semua itu dengan nama Islam bagi forum yang akan kami bentuk?”
“Jika Mas Khoirul sudah membaca tulisan Huntington, pasti akan bisa menyimpulkan adanya skenario global untuk menciptakan panggung konflik di era global pasca runtuhnya komunisme dunia. Maksudnya, di era global sekarang ini konflik yang terjadi bukan lagi antara golongan proletar yang diwakili komunis dan golongan borjuis yang diwakili kapitalis, melainkan konflik antara Islam dengan Kristen di satu pihak dan dengan Konghucu di lain pihak. Nah, dengan menangkap makna di balik skenario global yang dilancarkan sejak dasawarsa 1990-an, Islam sudah diposisikan sebagai common enemy bagi seluruh bangsa di dunia,” papar Guru Sufi.
“Jadi, kalau kita memakai nama Islam untuk aktivitas ke luar, sama artinya dengan memberi dukungan bagi skenario Huntington itu Mbah Kyai?” tanya Khoirul ingin penjelasan.
“Ya sudah pasti seperti itu.”
“Lalu alasan sosio-psiko linguistik untuk tidak menggunakan nama ISLAM itu dasarnya apa?” tanya Bambang, Totok dan Khoirul berbarengan.
“Bangsa kita adalah bangsa maritim yang punya sejarah panjang dalam proses menciptakan kosa kata beserta asumsi makna yang menyertainya. Dan sejauh yang aku ketahui, kosa kata yang berakhiran AM, cenderung dimaknai secara negatif sebagai sesuatu yang menakutkan,” kata Guru Sufi menjelaskan.
“Contohnya apa Mbah Kyai?” tanya Khoirul penasaran.
“Coba kalian deretkan kosa-kosa kata : SelAM, dalAm, karAM, tenggelAM, rendAM, hitAM, malAM, kelAM, surAM, murAM, kusAM, burAM, serAM, kejAM, curAM, tajAM, silAM, dendAM, gendAM, jerAM, pendAM, kecAM, lebAM, jerAM, tikAM, ancAM, hantAM, gerAM, makAM, jahanAM, dan banyak lagi,” kata Guru Sufi memberi contoh,”Termasuk dengan kata-kata Islam yang sudah terlanjur membentuk asumsi konotatif yang menakutkan bagi masyarakat bangsa kita seperti: Darul Islam/ Tentara Islam (DI/TII), Negara Islam (NII), Brigade Pembela Islam, Forum Masyarakat Islam, dan lain-lain.”
“Tapi Mbah Kyai,” kata Totok menyela,”Niat kami baik.”
“Aku tahu maksud kalian baik,” kata Guru Sufi,”Ingin menunjukkan identitas Islam di tengah arus globalisasi. Tetapi aku melihat potensi, forum solidaritas yang akan kalian bentuk itu potensial menimbulkan kekerasan dalam mengatasi masalah. Itu sebabnya, aku kurang sepakat. Tapi kalau forum itu untuk kegiatan sosial seperti pendidikan, panti asuhan, panti wredha yang tidak memungkinkan bagi terjadinya kekerasan, tidak masalah kalian menggunakan nama Islam. Soalnya, sekarang ini orang bicara tentang HAM saja sudah potensial untuk menghadapi kekerasan sampai dikirimi bom. Soalnya, HAM itu kosa kata yang berakhiran AM.”
Sumber Asli https://www.facebook.com/notes/agus-sunyoto-ii/forum-muslim-tanpa-nama-islam/118876994853353
Tidak ada komentar:
Posting Komentar